Mimiku sayang
Hari ini, 15 maret 2014. Selepas adzan
maghrib, saya duduk di depan laptop. Mata saya mencari-cari ide untuk apa lagi
saya menulis. Apa untuk sebuah cerita? Atau untuk laporan? Atau untuk sekadar
iseng saja? Angan saya kembali melayang. Terdengar suara orang tua saya yang
sedang membicarakan mimi (nenek) yang sedang sakit di rumah.Bulan februari, saat aktifitas masih berjalan
seperti biasa, ayah menjemput saya di tempat les, dan membawa saya ke rumah
mimi. Untuk sekadar main. Pada saat itu, mimi sakit. Mimi hanya tidur ditemani
wa (kakak dari ayah). Saat saya mencium tangannya, beliau mendekap saya erat.
Saya bercerita semua hal yang terjadi di sekolah. Saya juga bercerita tentang
keinginan saya setelah keluar dari SMA. “Aja klalen minta ning gusti Allah.”
Kata-kata itu yang saya ingat, dan menjadi penyemangat saya. Dalam hidup, kita
bukan mencari satu piala dan terobsesi menjadi seorang pemenang. Menjadi
pemenang tetap akan sia-sia saat hidupnya berada dalam kesendirian tanpa
orang-orang yang ia sayangi. Seorang pemenang akan tetap masuk ke neraka-Nya
jika ia menang dengan cara yang tidak Dia sukai. Seorang pemenang tetap dinilai
salah jika ia curang dalam setiap perjalanannya menggapai kemenangannya. Mimi adalah
sosok yang keras. Umurnya yang kini sudah tak muda tetap tegap dalam melangkah.
Mengajarkan kami semua kesederhanaan. Dan mengajarkan kepada kami bahwa hidup
itu susah, jadi jangan dibuat susah. Kepeduliannya, cara pandangnya, menandakan
bagaimana kerasnya dunia yang telah beliau lewati.Esoknya saya kembali bersekolah seperti
biasanya. Menjalani hari-hari yang entah apakah di hari itu saya banyak
menggunakan waktunya dengan bermanfaat atau justru menyianyiakan waktu yang
saya miliki. Tak ada kabar dari wa tentang mimi. Yang saya tahu, mimi masih
sehat.3 maret, 2014. Saya mejalani 2 minggu kedepan
dengan test praktek dan Ujian Sekolah. Ayah menerima kabar kalau mimi tidak
bisa apa-apa lagi. Akhirnya, mimi dibawa, dan dirawat di Rumah Sakit di Kota
saya tinggal. Keadaan mimi semakin tak karuan. Beliau malah sekarang lupa
dengan nama kami semua. Jadi, jika bicara dengan beliau, harus bilang siapa
namanya “kien citra mi, anake didi. Citra. Citra.” Sedih melihatnya,
saya baru bisa menjenguk beliau di RS. Tanggal 11 maret karena test dan ujian
itu. mimi hanya diam sesaat, dan tersenyum pada saya. Cara bicaranya sudah
pelo, tidak jelas. Tidak mau makan, dan tanggal 11 itu, infusan mimi sudah di
ambil. Mimi malah menyuruh kami semua untuk makan. Itulah hebatnya mimi. Beliau
tetap memberikan perhatiannya kepada kami.Saya jadi melangkah jauh kebelakang. Saat saya
dan seluruh saudara sepupu saya berkumpul bersama, makan, mengobrol, dan lain
sebagainya di rumah mimi. Apalagi jika hari raya tiba. Membuat sate adalah
tradisi kami. Namun sayang, saya jarang melihat itu lagi sekarang. Kami semakin
jauh, terlebih saya yang selalu menyibukkan diri dengan urusan sekolah. Saya
menyesal tidak bisa menghabiskan waktu yang lama bersama Mimi dan
Saudara-saudara sepupu saya. Sekarang, mimi masih ada dirumah, dirawat oleh
anak-anaknya termasuk oleh ayah. Mimi kuat, Citra juga harus bisa kuat
menjalani hidup. Doakan mimi ya agar beliau diberi umur panjang, diangkat
derajatnya oleh Allah SWT. Diberikan kesehatan lahir bathin, dan dapat melihat
cucu-cucunya sukses dimasa yang akan datang. mimiku sayang, citra dan semuanya
sayang sama mimi. Mohon doanya dari kawan-kawan yang telah membaca postingan
ini. Terimakasih. Seomga doa dan amal ibadah kalian diterima disisi Allah SWT.
Amiin.
Komentar
Posting Komentar