Cerpen: Apa Yang Buat Kamu Bertahan Sama Dia?
Dalam menjalin suatu hubungan, pasti tak
luput dari perbedaan. Baik itu secara religi, ataupun kebiasaan yang mungkin...
bisa membuat salah satu dari kita menjadi tak nyaman, atau bahkan menganggap
tak pantas lagi bersama. Seperti temanku yang satu ini...
Namanya Dirly. Cewek berkacamata tebal yang suka memakai bandana ini punya pacar bernama Dion, seorang pemain sepak bola yang keren, kocak, pakaiannya amburadul, dan serius banget kalau nonton film horor.
Dirly
adalah mahasiswi tingkat 1 yang baru saja masuk ke perguruan tinggi. Perbedaan
perguruan tinggi tidak menyebabkan keduanya kehilangan kontak. Mereka berdua
selalu bersama pada hari libur. Terkadang juga Dion menjemput Dirly di
kampusnya hanya sekedar untuk pulang bersama.
Saat
itu, siang hari, dan Dirly selesai kuliah. Matanya mencari-cari seseorang. Pasti
Dion pikirku. Sesaat kemudian, Dion datang dan tersenyum pada Dirly sembari
menyodorkan helm padanya. “Ras, aku pulang sama dion ya. Bye!” ia melambaikan
tangannya padaku. Aku membalasnya, kemudian mengendarai mobilku.
Dion
mengajaknya ke sebuah restoran. “kamu mau makan ngga?” tanya Dion. “mmm...
boleh deh. Apa aja.” “oke. Mba nasi goreng 2” Dion memesan pada salah seorang
pelayan di restoran itu. Dirly membuka tasnya. Dikeluarkan laptop dan bukunya.
“tugas lapangan lagi?” tanya Dion. “lebih tepatnya laporan tugas lapangan
penelitian sumber mineral” kata Dirly menjelaskan. Dion hanya mengangguk dan
tersenyum kecut. Nasi goreng datang. Dirly menutup laptopnya dan makan bersama
dion.
“minggu
depan akan ada pertandingan bola di swasema. Datang yaa” Dion tersenyum kecil.
Ia berharap Dirly yang sibuk itu dapat meluangkan waktu untuknya. “wah minggu
depan ya? Hari selasa?” Dirly bertanya. Dion mengangguk bersemangat. “kayaknya
aku ngga bisa deh. Persiapan karya ilmiah untuk hari sabtu minggu depan juga.
Lagian kamu tahu aku ngga begitu suka sama bola. Dari pada aku
buang-buang waktu mending aku mempersiapkan penelitianku. Maaf yaa...” Jawab
Dirly pelan.
Dion
mengangguk kecil dan tersenyum. “gapapa, jangan sia-siain belajar kamu Cuma
demi aku. Semangaat!!” dion memberi semangaat pada Dirly. Impiannya agar Dirly
bisa melihatnya bermain dirumput hijau ia tahan demi kebaikan Dirly juga.
Esoknya
mereka kembali pulang bersama. Kali ini bersama teman-teman Dion. “ikut aku
nonton yuk bareng sama temen-temen aku” ucap Dion bersemangat. “boleh...
ayo...” Dirly mengangguk setuju. Sesampainya di bioskop dan hendak membeli
tiket, Dirly melihat film yang akan ditonton. “horor?” tanya Dirly. “loh iya.
Emang kenapa?” tanya Dion. “aku ngga suka horor. Aku takut film horor! jijik!”
kata Dirly. “iya aku tahu, ini ngga terlalu serem kok, makanya aku ajak kamu.”
“ngga! Sekali ngga tetep ngga!” “tapi ini perdana!” “teserah! Ngga mau! Aku
pulang!” Dirly berlari keluar bioskop dan pulang kerumah.
“kenapa
cewe lo?” kata salah satu teman Dion. “ngambek, hehe” Dion tersenyum pada
teman-temannya. “yah... ngga jadi double date dong” lanjut teman Dio. “gapapa,
nikmatin aja berdua ya. Hehe. Ayo masuk.” Kata Dion. “yon, kenapa kamu betah sih
sama Dirly? Jelas-jelas dia egois, ngga mau ngeluangin waktunya ke kamu. Sibuk
sama urusan pribadinya. Dan selalu ambekan kaya anak kecil. Apa coba yang bikin
kamu bertahan sama dia?” kata teman Dion yang kesal dengan Dirly. Dion hanya
tersenyum dan menjawab “cinta” “cinta? Hahaha apa alasannya kamu mencintai dia?
Apa dia juga pernah merasa memilikimu, dan mengorbankan sedikit waktu yang ia
punya demi kamu? Engga kan?” “masalah pertandingan itu?” tanya Dion. “iya! Apa
lagi. Harusnya dari kemarin-kemarin kamu latihan, untuk pertandingan nanti.
Bukannya nemenin dia beli buku referensi! Ah cinta buta!” kata teman Dion
seraya masuk ke dalam bioskop. Dion hanya termangu, tak bisa berkata apa-apa.
3
hari kemudian... “masih bertahan sama Dirly, yon?” tanya temannya. Ia hanya
tersenyum. “apa istimewanya dia?” tanya temannya yang lain. Dion hanya
tersenyum lagi. “sudah 3 hari ini dia tak ada kabar. Paling ia sibuk sama
ilmiahnya itu” “hahaha dasar cewek egois” kata teman yang lainnya. Dion hanya
tersenyum lagi. “sudah, lebih baik,
belajar ini saja dulu, selain pertandingan, kita juga ada ujian, jauh jauh hari
sebelum pertandingan kita juga harus mempersiapkannya, jadi setelah selesai
pertandingannya, kita hanya mengulang apa yang kemarin kita siapin untuk
ujian.” Kata Dion. “ah... materinya susah. Aku jadi bingung sendiri.” “iya
bingung” teman yang lainnya memberikan satu suara yang sama terhadap materi
ujian kali ini.
“hey...”
suara itu. Itu suara Dirly. “hey! Kok kamu ada disini?” tanya Dion. “eh...
ngg... ini, 3 hari yang lalu, aku ke toko buku dan menemukan buku-buku ini. Aku
jadi inget sama kamu, karena kamu ada ujian tentang materi ini. Aku sedikit
mempelajarinya. Aku juga udah buat rangkumannya. Ntar dibaca yaa...” kata Dirly
tersenyum. Ia kembali membuka bungkusan lain. Kali ini sebuah DVD film. “ini”
Dirly menyodorkan DVD film terbaru pada Dion. “horor?” tanya Dion. “kan kamu
ngga suka film horor?”
Dirly
tersenyum. “aku memang tidak suka. Tapi kamu dan teman-temanmu pasti suka. Kata
penjualnya ini film terbaru.” Ucap Dirly. Teman-teman Dion ternganga. “oh ya,
hari selasa nanti aku titip kursi yaa, paling depan di lapangan swasema. Aku
mau liat kamu main. Hehe” Dirly melanjutkan pembicaraannya. “loh? Bukannya...”
Dion bingung. “ngga apa-apa, karya ilmiah kan mulai hari sabtu, sekalian
refresh otak sama belajar aturan-aturan permainan bola. Boleh kan?” “boleh!
Boleh banget!” Dion tersenyum. Kini, ia bisa menunjukkan permainan bolanya pada
seseorang yang ia sayang.
“maaf
ya, kemarin-kemarin aku nolak film horor itu. Aku keburu parno, apalagi ngeliat
covernya yang isinya setan dan darah-darahan gitu. Ternyata pas aku nonton sama
rasti dirumah, itu film kocak” kata Dirly meminta maaf.
“iya,
gapapa. Aku ngerti kok. Maafin aku juga ya, udah ngajak kamu nonton film horor
kayak gitu” kata Dion. “yaudah sekarang pada belajar ayo apa yang ngga bisa?”
“yang ini...” “kalo ini gimana?” “bagian ini perlu di rumusin ga?” mereka
kembali belajar bersama. Dan Dion... diamnya, membuat semua berjalan dengan
semestinya, dan teman-temannya kini mengerti, apa yang dinamakan cinta menurut
Dion.
Perbedaan pendapat dalam suatu komitmen itu pasti ada. Dan ingat, perbedaan itu harus disikapi dengan kepala dingin, dan berusaha positif thinking terhadap pasangan kita. Ingat, mereka tidak seburuk apa yang kamu kira. Mungkin saja, mereka sedang membuat ending yang sama sekali tidak pernah kamu bayangkan. Jadi, jangan berkata menurut kehendak nafsu, berkatalah dengan kehendak hati...
Komentar
Posting Komentar