hanya masalah waktu
Jangankan
untuk disukai. Menyukai seseorang pun terkadang masih bingung. Apakah ini rasa
sayang atau sekedar mengagumi. Tak menampik, aku juga ingin disebut cantik, aku
juga ingin merasakan jatuh cinta seperti teman-temanku. Tapi apalah aku ini tak
bisa terlihat anggun dan tersenyum kepada setiap orang yang kujumpai. Mungkin
kamu menganggap aku aneh. Ya memang aku aneh. Aku sibuk dengan duniaku sendiri.
berimajinasi suatu saat akan menjadi seorang wanita karir yang sukses. Yang
bisa membahagiakan orang tuaku. Percaya cinta sejati hanya dipunyai tuhan. Dan
apa yang kulihat tentang hubungan muda-mudi sekarang ini adalah fase sementara.
Karena mereka yang merasakan indahnya pacaran putus-nyambung, berganti
pasangan, menjajaki dan mencari akhirnya juga akan berlabuh pada satu hati yang
nantinya pun akan dipisahkan oleh maut.
Aku
juga ingin dipuji. Tapi kurasa bukan semacam pujian kamu cantik atau kamu
menarik karena boneka barbie pun akan dipuji sama seperti itu. Yang kumau
semacam pujian bahwa aku ini cerdas dan bisa di andalkan. Yang dapat dipercaya,
sehingga memilihku menjadi teman hidupnya. Bukan hanya sebagai seorang kekasih,
tapi juga sebagai sahabat yang mendengarkan cerita panjang lebarku yang
terkadang melantur kemana-mana, seorang enterpreneur yang saling bekerja sama
dalam memanage keuangan dan ekonomi kami, seorang imam yang menuntunku lebih
baik lagi, dan seorang kakak yang menasehatiku serta melindungiku dari segala
macam bahaya.
Aku juga
kadang ingin diperlakukan bak seorang putri. Dimanja dan disayang. Tapi
menurutku itu terlalu ‘dongeng’ dan kukira yang sebenarnya harus terjadi adalah
setiap perempuan itu harus tangguh dan harus bijak. Memang dalam menyelesaikan
masalah kadang air mata juga turut serta. Tapi bukan serta merta kami cengeng
dengan keadaan. Dengan menangis itulah yang membuat hati lega. Bahkan kalau
bisa dibilang perempuan harus bisa menjaga emosinya karena sekalinya liat film
sedih pasti nangis.
Kupikir
aku ini timpang. Aku masih belum sejajar. Aku masih cengeng terbawa emosi dan
suasana. Untuk menyanggah ketimpanganku ini aku butuh seseorang. Tapi yang
seperti apa? Kalau hanya mencintai seseorang dari satu pihak kupikir ini tidak
baik. Tapi apakah ada yang menyayangiku tulus seperti keluargaku? Keraguan itu
yang terkadang muncul dibenakku. Membayangkan bahwa yang akan memiliki kisah
romantisme hanya ada dalam kalangan perempuan dengan paras cantik ramah dan
rupawan. Bukan perempuan yang berkutat dengan bacaan dan kadang tidak
memperdulikan tubuhnya. Ada satu hal yang membuat rasa pesimis dalam diri
hilang yakni kata-kata Bukankah lebih asyik menjadi diri sendiri? lebih
sering membuat nyaman meski itu artinya aku masih sama seperti aku yang dulu.
Semua lelaki kuanggap teman. Dan jika aku menyukai salah satu dari mereka aku
pasti akan segera menampiknya karena aku yakin dia takkan memiliki perasaan yang
sama denganku.
Apa
yang seharusnya dilakukan oleh perempuan ketika ia menyukai seseorang?
Jawabanku saat ini adalah diam. Diam sampai perasaan ini memudar seiring waktu.
Diam jangan sampai ia mengetahui bahwa kita menyukainya. Diam sampai kita sadar
percuma menyukainya. Perasaan seperti itu memng wajar. Ada dalam setiap diri
manusia. tapi kupikir itu yang akan dilakukan seorang kutu buku ketika jatuh
cinta. Merubah penampilan demi si dia kupikir hanya membuang-buang waktu
percuma. Malah terasa aneh karena itu bukan kau yang sesungguhnya.
Seiring
dengan berjalannya waktu kupikir rasa itu mungkin akan hilang. Dengan cara kau
menyibukkan dirimu dengan hal-hal yang kau suka, kau pergi dengan teman-temanmu
atau keluargamu, tertawa dan bercerita hal konyol, dan sebagainya sehingga
tidak ada ruang bagi hatimu untuk memikirkan orang yang kamu suka. Dan jangan
takut takkan menemukan teman hidup. Karena aku yakin, setiap manusia sudah
tuhan ciptakan berpasang-pasangan. Akan ada jalannya sendiri untuk menemukan teman
hidup kita itu. Hanya masalah waktu. Jadi kupikir jalani saja apa yang ada saat
ini. Fokus saja dulu sama cita-cita. Demi orang tua...
Komentar
Posting Komentar