cerita lama
Manusia
adalah makhluk sosial. Yang hidupnya saling bergantung dengan orang lain. Tidak
dipungkiri. Manusia tidak ada yang bisa hidup sendiri. dari kecil, manusia
telah memperlihatkan ketergantungan itu. Ya. Kita tidak bisa berdiri sendiri
pada masa itu (saat manusia masih bayi) apalagi untuk sekedar pergi ke kamar
kecil atau mencari makan.
...
SD,
Tiffa mempunyai sahabat. Sahabat yang sangat dekat. Kemana ada Tiffa disitu ada
sahabatnya. Sampai ia kelas 6 SD, ia masih bersama sahabatnya itu. SMP, ia
masih bersama sahabatnya. Tapi, pergaulan mereka sudah mulai terlihat berbeda.
Entahlah, mungkin karena teman mereka mulai berbeda. Ditambah kelas mereka yang
tidak lagi sekelas. Tapi, Tiffa masih meyayangi sahabatnya. Tak ada yang abadi.
Begitulah, persahabatan mereka pun tidak abadi. Masih banyak egois, kekurangan
di semua sisi dari mereka berdua. Sampai suatu hari sahabat Tiffa mengajaknya
untuk bermain bersama lagi. Tentu Tiffa bahagia. Tapi... justru di saat itu,
tiffa tahu, siapa sahabatnya sebenarnya. Sahabat yang ia bangga-banggakan itu
meninggalkanya. Pergi dengan teman barunya. Sama sekali tak pernah lagi
menyapanya, tak pernah lagi mau berbicara dengannya. Cih... dan mulai saat itu,
ia tak percaya dengan orang lain.
SMA,
ia tak bergantung pada siapapun. Kenapa ia melakukan itu? Orang yang sudah dia
anggap seperti teman yang ia punya di SMA nya, tak pernah menganggapnya 100%
ada. Haha... sudah biasa. Mungkin karena ia tak punya banyak moment bersama
teman-temannya di SMA atau karena ia tak pernah jalan bersama teman-temannya
diluar. Foto yang ia miliki dengan teman-temannya pun sedikit. dan dengan seperti itu ia tak
pernah diridukan atau dipikirkan oleh teman-teman SMAnya. Mungkin. “tak
apa... aku sudah biasa dengan ini semua” tukasnya. Kau tahu kenapa Tiffa
melakukan itu? Ia hanya ingin, jika suatu saat ia meninggal, tak banyak foto
tentang dirinya. Karena, ia berfikir kalau tak banyak kenangan ia bersama
teman-temannya, siapa yang bisa mengingatnya? Toh dengan seperti itu tak ada
yang merindukannya. Ia hidup sendiri, dan untuknya sendiri.
Tapi
saat ia ingin hidup sendiri, seorang anak perempuan seusianya datang padanya.
Namanya Tyas. Mau tau kelakuan Tyas? Berbeda 180 derajat dari tingkah lakunya.
Dan mereka tak pernah sejalan. Tapi tahukah kalian? Justru itu persahabatan yang
paling lama yang bisa ia jalin. Hingga saat ini. Persahabatan mereka bukan
persahabatan yang seperti orang-orang lain diluar sana. Yang menghabiskan
banyak waktu diluar bersama-sama. Hah... kapan bisa ada hal seperti itu?
Sekolah mereka berbeda. Komunikasi mereka hanya memakai ponsel. Apa yang mau
diharapkan? Tapi itulah yang membuat mereka terus bersama. Perbedaan, kejujuran
dan... ada satu hal yang Tiffa sebenarnya masih tak mengerti. Kenapa Tyas mau
menjadi sahabatnya? Mungkin itu hanya bisa dijawab oleh Tyas.
....
Terkadang
aku ingin sendiri. karena dengan sendiri, tak akan ada kesedihan. Kesedihan
ketika orang yang kita sayangi pergi atau memilih bersama orang lain. Tapi
terkadang, aku juga merindukan orang-orang yang pernah menjadi teman, keluarga,
dan ‘sahabat’ karena mereka tetap menjadi bagian pengisi hidupku. Meskipun aku
juga tak pernah tahu, apakah mereka merindukanku atau tidak, aku tetap merindukan mereka...
Komentar
Posting Komentar