Pikirkan!
Hai!
Curhat lagi ya. Ini
cerita saya. Mungkin pembahasan ini buat teman-teman yang berlabel kelas 3 SMA.
Tapi untuk mengambil hikmah, why not kita juga boleh baca tulisan ini. Baik.
Ini cerita saya. Saat saya masih kelas 3 SMA, saya dan teman-teman saya punya
segudang impian. Punya segudang penuh harapan. Punya segudang mimpi. Sekarang?
Masih punya, tapi beda topik. Hehe
Celotehan-celotehan
kami tentang apapun itu. dari mulai “nanti kalau aku jadi dokternya, kamu
kerjasama ya sama aku. Nanti kamu yang jadi apotekernya. Oke-oke” lalu kami
tertawa bersama. Membayangkan kalau itu semua terjadi. Adalagi yang bilang “nanti
aku jadi peneliti.” Ada juga “aku yang design bangunannya, kamu yang
buat kerangkanya, nah nanti dia yang hitung biaya konstruksi dan pemasarannya
ya.”
Rasanya
sangat senang bermimpi seperti itu. seakan-akan semua terjadi sesuai yang kita
rencanakan. Hari berganti, begitu juga bulan dan tahu. Kami lulus dari sekolah.
Dan saat pengumuman itu tiba, semua tak sesuai rencana awal. Aku tidak lolos
masuk ke universitas impianku. Rasanya? Sedih. Awal-awal, saya mendaftar di
beberapa perguruan tinggi untuk tingkat Diploma. Tapi yang lolos hanya satu.
Ada beberapa universitas besar yang menawarkan tingkat sarjana juga. tapi biaya
sekolah dan hidupnya sangat mahal, maklum, itu kota besar. Jadi, saya tidak
mendaftarkan diri.
Saat
tiba pengumuman, dan ternyata tidak lolos, saya drop. Beberapa hari saya
menangis. (ini lebay) Semua teman saya satu persatu menghilang. Pergi tanpa
kabar, beberapa diantara kami yang tadinya sama-sama bermimpi kini telah
melanjutkan mimpinya, bersekolah ditempat yang ia inginkan, dan beberapa
lainnya menghilang. Jujur, disitu saya sangat menyesali mengapa teman-teman
yang saya banggakan, malah menghilang, pergi dengan impiannya sendiri tanpa
memberi kabar, atau hanya sekedar kasih masukan universitas mana yang
menyediakan ujian tulis. Atau hanya memberikan dorongan semangat?!?
(dorooooong!!!! *eh)
Semoga
teman-teman tidak pernah merasakan apa yang saya rasakan. Makanya, berteman
pilih-pilih (yang ini jangan ditiru! Tidak baik! Hehe). Disaat teman-teman saya
menghilang, hanya ada orang tua yang terus mendukung, menopang saya, memberikan
saya arahan. Bahwa masih banyak alternatif lain yag dapat saya ambil. Hikmahnya,
‘tidak semua yang kamu inginkan itu yang terbaik untukmu. Mungkin saja ada
yang lebih baik untukmu’ Beruntung, masih ada satu teman saya, sebut saja
namanya dengan sebutan “kakek” (ini bukan kakek asli, ini hanya nama
samaran.) yang saat itu menanyakan kabar pengumuman saya.
Pas ditanya
sama ‘kakek’ soal itu, saya malah kembali nangis lagi (dasar cengeng). Saya jawab
saya belum bisa masuk ke perguruan tinggi yang saya inginkan. (lebay lagi ya?
hehe) layaknya teman-teman saya yang lain yang ngomong “sabar yaa, masih ada
sbmptn” si ‘kakek’ pun bicara
seperti itu. ya ya ya... itu memang sudah sering saya dengar dari teman “terbaik”
saya (huahaha) tapi bukan itu yang mau saya dengar lagi?!? Tapi saya terima
simpati dari teman-teman. Terima kasih atas partisipasinya dalam menguatkan
saya. J
Tapi
lain, dasar si ‘kakek’ lagi ‘ngga’ ada kerjaan atau apa, tiap hari dia kirim
kata-kata semangat buat semua orang. (kalau anak jaman dulu ngomongnya “share”
lewat message) yaa setidaknya buat masukan sama intropeksi diri sih, memang
benar, dari pada saya terus menangis, mending saya lihat peluang lain. Ya kan? Menangis
boleh, tapi waktu akan terus berputar. So, mau terus terpuruk?
Dulu,
saya berpikiran “si ‘kakek’ belum merasakan apa yang saya rasakan sih, jadi
bisa share kata-kata semacem itu.” lama kami bertukar pikiran, akhirnya
saya berpikir ulang, “kalau memang ini membuat semua orang putus asa, semoga
semua teman-teman saya dan keluarga saya tak merasakan apa yang saya rasakan.”
Singkat
cerita, pengumuman datang lagi. Saya lihat pengumuman lagi. MasyaAllah... tidak
diterima lagi. Kali ini saya malas untuk meratapi hal yang terjadi berulang
kali. Gagal, gagal, gagal. Saya sudah pasrah. Apa kerja keras saya kurang? Teman
saya si ‘kakek’ menanyakan hasil pengumumannya. Kebetulan memang kami sama-sama
mendaftar disana.
Ternyata
si ‘kakek’ juga tidak diterima juga. reaksi beliau? Ya sedih sih, pastinya. Wong
itu jalan satu-satunya dia untuk bersekolah. Katanya, dia tak bisa bersekolah
tanpa beasiswa. Dia kemungkinan akan bekerja saja (faktor ekonomi). Bukan hanya
‘kakek’ sebenarnya, teman saya yang lain, sebut saja ‘eyang’ (nama samaran
lagi) juga berpikiran sama dengan ‘kakek’. Bahkan banyak ‘eyang’ dan ‘kakek’
yang lainnya yang akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah karena terbatas
soal biaya. Beruntunglah hai teman-teman seperjuangan yang masih bisa test
sana-sini. Ambillah peluang-peluang yang masih tersedia. Sekolahlah
setinggi-tingginya. Ketika engkau sudah berhasil tolonglah mereka yang belum
dapat mencicipi bangku kuliah. Entah itu dengan menyediakan mereka lowongan
pekerjaan, atau sekedar membantu menginformasikan dimana ada lowongan pekerjaan
yang masih buka. Saat mereka telah memiliki cukup biaya untuk sekolah, mereka
pasti akan melanjutkan sekolah mereka kembali.
Balik
lagi ke si ‘kakek’ bersedih? Saya yakin pasti. Tapi ini yang buat saya salut
sama orang-orang seperti ‘kakek’. Mereka malah kembali menguatkan saya. Nah loh?
Padahal saya yang seharusnya menghibur mereka, memberi support, memotivasi
mereka, tapi saya gagal menghibur mereka. Justru mereka lebih kuat dari saya. Entahlah,
apa itu hanya di depan saya, atau memang hati mereka telah tertanam ‘ketegaran’
yang kuat. Subhanallah.. Semoga ‘ketegaran’ kalian dapat berbuah ‘sukses’
ya. Aamiin. (maaf ya kalo gak nyambung).
Semoga
saya bisa belajar dari kalian teman. Salahnya, saya terlalu banyak melihat
keatas. Melihat banyak sekali teman-teman disekolah saya yang bisa masuk kemana
saja di universitas besar dan favorit. Semoga teman-teman yang sudah diatas
tidak cepat puas diri dan terus merendah. Lihatlah dibawah kalian guys...
jangan bangga dengan almamater yang telah kalian dapatkan saat ini, sebelum
kalian memberikan satu hal yang membanggakan untuk almamater kalian. Jangan bangga dengan kelebihan kalian, tapi banggakanlah
kekurangan kalian.
Kini,
saya masih dalam proses mencari peluang sebanyak-banyaknya. Impian untuk
sementara waktu soal universitas yang saya inginkan saya tinggalkan dulu. Yang jelas,
kalau sekarang saya tidak bisa sekolah disana, besok saya akan sekolah disana,
atau menjadi dosen disana nantinya. (ini ambisius. Jangan ditiru ya) teman
saya, si ‘kakek’ lagi mencari lowongan pekerjaan sembari menunggu pengumuman
cadangan yang akan datang dari sekolah yang ia impikan. si ‘eyang’ sudah
merantau, bekerja di jakarta. ‘kakek-kakek’ dan ‘eyang-eyang’ lainnya sudah banyak
yang menyimpan impiannya sementara untuk mendapatkan titel mahasiswa dan
beralih bekerja dahulu. Mereka bilang “nanti, kalau sudah cukup uang, kami
akan sekolah lagi”
Bagaimana
dengan kamu? berhasil? gagal? Punya kesempatan? Kenapa tidak belajar dari mereka?
Bagi anda kelas 3, belajarlah selagi masih ada waktu. Ambil ter'pahit' dalam hidup kamu. Belajarlah dari hidup semua orang. semoga kamu sukses ditahun depan ya.
Komentar
Posting Komentar